Skip to Content

Hitung Emisi Karbon dan Ekonomi Karbon diIndonesia

Urgensi Hitung Emisi karbon

Wacana tentang Hitung Karbon dan Ekonomi karbon menjadi perbincangan serius ketika Indonesia mulai mengintegrasikan mengintegrasikan perdagangan karbon melalui bursa karbon yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon (POJK 14/2023). [1]

Hitung karbon sebagai bagian awal dari perdagangan karbon dalam siklus ekonomi karbon kemudian menjadi diskusi yang menarik di tataran akademis maupun praktis. Indonesia sendiri, sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki kekayaan hutan tropis, lahan gambut, dan berbagai sumber daya alam lainnya, memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan iklim global. Namun, dengan perkembangan ekonomi dan aktivitas industri, emisi karbon Indonesia terus meningkat. Oleh karena itu, menghitung jejak karbon dan mengembangkan ekonomi karbon menjadi langkah strategis bagi Indonesia untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan mengurangi dampak perubahan iklim.

Menghitung jejak karbon, atau carbon footprint, melibatkan evaluasi komprehensif atas kontribusi individu terhadap emisi gas rumah kaca[2]. Proses ini dapat dibagi menjadi beberapa aspek utama, dimulai dari transportasi. Pertimbangkan jenis transportasi yang Anda gunakan, hitung total kilometer yang Anda tempuh, dan tentukan emisi CO2 berdasarkan jenis kendaraan dan efisiensi bahan bakar. Penerbangan juga memiliki dampak signifikan, jadi sertakan perjalanan udara dalam perhitungan.

Sebenarnya perhitungan ini bisa di mulai dari rumah tangga sampai kepada industri atau korporasi yang lebih kompleks. Pada rumah tangga misalnya dapat di mulai dari  penggunaan listrik dan gas.  Hitung emisi CO2 yang terkait dengan penggunaan peralatan elektronik, pencahayaan, serta sistem pemanas dan pendingin udara.

Pola makan juga memainkan peran penting dalam hitung karbon rumah tangga . Pertimbangkan asal-usul makanan, karena produksi dan distribusi makanan dapat menyumbang pada emisi gas rumah kaca. Mengurangi konsumsi daging merah dan produk hewani lainnya, serta memilih makanan lokal dan musiman, adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak jejak karbon dari pola makan.

Sementara dalam industri yang lebih kompleks Jejak karbon diukur dalam satuan ton CO₂e (karbon dioksida ekuivalen) yang mencakup emisi karbon dioksida, metana, dan gas-gas rumah kaca lainnya. Melalui proses perhitungan karbon ini, perusahaan, pemerintah, atau individu dapat mengetahui seberapa besar kontribusi emisi mereka dan upaya pengurangan yang perlu dilakukan.

Di Indonesia aktivitas yang berpotensi menghasilkan jejak karbon atau berpotensi menghasilkan emisi karbon antara lain:[3]

  1. Industri (pembangkit listrik, pabrik, dll.)
  2. Transportasi (baik darat, laut, maupun udara)
  3. Perubahan penggunaan lahan seperti deforestasi dan degradasi lahan
  4. Pertanian yang menghasilkan emisi dari penggunaan pupuk serta fermentasi hewan ternak

 

Hitung emsis karbon dan pembangunan berkelanjutan

Lantas mengapa jadi penting untuk mengukur Jejak karbon?. Menghitung jejak karbon menjadi hal penting sebagai upaya melestarikan alam. Dalam konteks sustaibality development ini menjadi relevan jika mengingat bahwa alam yang kita diami dan tempat kita beraktivitas saat ini adalah warisan dari generasi mendatang untuk kita jaga dan lestarikan supaya masih bisa di nikmati di masa mendatang.

Dalam konteks bernegara Indonesia termasuk dalam daftar 10 negara dengan emisi karbon terbesar di dunia[4], sehingga upaya untuk mengurangi emisi GRK menjadi penting bagi keberlanjutan lingkungan dan juga ekonomi. Dengan menghitung karbon secara akurat, Indonesia bisa mendapatkan manfaat seperti:

  1. Pemetaan Strategi Pengurangan Emisi: Data perhitungan karbon dapat membantu pemerintah menyusun kebijakan yang lebih efektif untuk mengurangi emisi dan merencanakan penggunaan lahan secara lebih bijaksana.
  2. Mendorong Kesadaran Lingkungan di Sektor Bisnis: Perusahaan yang mengetahui jejak karbon mereka akan lebih terdorong untuk mengadopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan.
  3. Penguatan Posisi di Kancah Global: Indonesia dapat membuktikan komitmennya dalam isu perubahan iklim, sekaligus memperkuat posisinya dalam berbagai perjanjian internasional terkait iklim


Hitung Emisi Karbon dan Ekonomi karbon

Ekonomi karbon merujuk pada mekanisme yang memungkinkan perdagangan dan insentif terkait emisi karbon, seperti pajak karbon dan pasar karbon (carbon trading). Ekonomi karbon bertujuan untuk memberikan insentif bagi perusahaan atau individu yang mampu mengurangi emisi mereka dan mendukung transisi ke energi terbarukan.

Di Indonesia, ada beberapa langkah dan kebijakan yang mulai diterapkan untuk mendukung ekonomi karbon:[5]

  1. Pajak Karbon: Indonesia telah memperkenalkan pajak karbon pada 2021 sebagai upaya mengurangi emisi karbon di sektor energi dan industri. Pajak ini akan diterapkan pada emisi yang melebihi batas yang telah ditetapkan.
  2. Sistem Perdagangan Emisi (ETS): Pasar karbon di Indonesia memungkinkan entitas yang mengurangi emisi mereka untuk menjual kredit karbon kepada entitas lain yang mengalami kesulitan dalam memenuhi target pengurangan emisi mereka. Ini menciptakan insentif bagi perusahaan untuk menurunkan jejak karbon mereka.
  3. REDD+: Sebagai bagian dari skema yang diinisiasi oleh PBB, REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) di Indonesia bertujuan untuk memberikan insentif finansial kepada negara yang berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

 

Nilai Ekonomi Karbon (NEK) adalah nilai yang diberikan untuk setiap unit emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan ekonomi. Hubungan antara hitung emisi karbon dan ekonomi karbon adalah bahwa pengaturan NEK dapat menjadi landasan legal untuk mencapai target NDC Indonesia dan mendukung pembangunan.

Indonesia sendiri  telah mengeluarkan  Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang didalamnya juga mengatur tentang pasar karbon. Ketentuan itu diyakini bisa mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia sebagaimana tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pengendalian perubahan iklim. Dalam dokumen pembaruan NDC yang telah disampaikan pada UNFCCC pada Juli 2021, Indonesia berkomitmen untuk mencapai pengurangan emisi GRK sebanyak 41% pada tahun 2030 dengan dukungan Internasional[6].

Secara sederhana dapat di katakana sesuai bagan di atas adalah perhitungan emisai karbon mempengaruhi Nilai Ekonomi karbon, semakin rendah emisi karbon yang kita hasilkan maka semakin tinggi nilai ekonomi karbon (NEK) Indonesia dan pada akhirnya akan mempengaruhi nilai NDC Negara kita. Jika nilai NDC kita meningkat maka Adanya regulasi pasar karbon membuka peluang Indonesia untuk menerima pendanaan yang lebih luas dalam pengendalian perubahan iklim.Pendanaan yang lebih luas untuk pengendalian perubahan iklim ini sendiri sebagai bagian dari pencapaian  strategi sustainability development goals (SDG’s).

Tantangan implementasi ekonomi karbon di Indonesia

Walaupun ekonomi karbon memiliki potensi besar, ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia, yaitu:

  1. Kurangnya Kesadaran dan Sumber Daya: Di beberapa sektor, terutama di kalangan pelaku bisnis kecil dan menengah, kesadaran mengenai pentingnya mengurangi emisi masih rendah.
  2. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Tantangan lainnya adalah pengawasan terhadap aktivitas deforestasi dan praktik-praktik yang menyebabkan degradasi lingkungan, terutama di daerah-daerah terpencil.
  3. Integrasi Pasar Karbon dengan Internasional: Pasar karbon yang kuat memerlukan kerja sama internasional. Untuk menjadi lebih efektif, pasar karbon Indonesia harus terintegrasi dengan pasar karbon internasional agar kredit karbon yang diproduksi dapat dijual dan diakui secara global
  4. Kelemahan dalam menghitung emisi karbon sebagai tahapan awal dalam siklus ekonomi karbon

Peran Teknologi Blockchain dalam memulai siklus ekonomi karbon dengan menghitug jejak emisi karbon

Kelemahan dalam proses penghitungan emisi karbon sebenarnya dapat di atasi dengan teknologi blockchain. Dengan integrasi teknologi Blockchain di industry maupun rumah tangga data emisi karbon dapat terekam dengan baik. Data yang dikumpulkan akan disimpan di Blockchain. Segera setelah platform menerima data tersebut, Smart  contract akan dijalankan dan menghitung jejak karbon berdasarkan faktor-faktor seperti jenis pembangkit listrik dan sumber energi (diesel atau batu bara), efisiensi meteran, faktor konversi, konsumsi bahan bakar total perusahaan, dan lainnya. Dengan demikian, smart contract akan membantu menciptakan laporan jejak karbon (carbon footprint) yang dapat diandalkan dan terverifikasi untuk sebuah perusahaan.

Laporan jejak karbon perusahaan akan disimpan di Blockchain dengan cara yang aman dari manipulasi. Selanjutnya, Blockchain memungkinkan perusahaan untuk menyusun laporan jejak karbon mereka dengan lebih akurat dan dalam waktu yang lebih singkat.


 

Mau tau lebih lanjut dan detail proses ini dan juga bagaimana blockchain bisa menjadi solusi dalam perdagangan karbon. Hubungi  iBantu.co .

Hitung Emisi Karbon dan Ekonomi Karbon di Indonesia

Download Article


AUTHOR(S)

Kusnan Suyuti: With over a decade of experience in Islamic banking and economics, Kusnan is a dedicated researcher and lecturer specializing in sustainable finance. Holding a Master’s in Islamic Finance, he is passionate about advancing carbon economy in Indonesia

Hitung Emisi Karbon dan Ekonomi Karbon diIndonesia
Kusnan Sayuti November 20, 2024
Share this post
Tags
Archive
Dasar Pasar Modal Syariah Yang Perlu Kamu Fahami!